Langsung ke konten utama

Umrah journey: A story to tell

(originally written on Thursday, April 22, 2010)

Saya pernah bermimpi dan memiliki keinginan kemudian mewujudkannya. Beberapa mimpi sempat terbayang dan menjadi kenyataan, tapi beberapa mimpi lain tidak sempat terbayang bahkan tak pernah tahu kalau itu akan menjadi kenyataan. Mimpi saya yang paling besar adalah menjadi penulis terkenal dan pergi keliling dunia. Tidak pernah terbersit dalam pikiran saya sekali pun saya akan mengunjungi satu tempat yang sebenarnya paling saya takuti karena mendengar cerita orang. Tempat itu adalah Mekah, kota suci agama yang saya peluk, Islam. Bagi saya dulu, Mekah menakutkan, mungkin karena saya berpikir bahwa dosa saya sudah begitu banyak dan saya takut jika saya menginjkkan kaki saya di tanah suci itu, akan banyak hal buruk yang terjadi. Sebuah pikiran buruk yang memang harus segera dihilangkan, tapi setidaknya itu membuktikan bahwa saya percaya Tuhan itu nyata.

Suatu hari, Ibu saya berkata pada saya "uang tabungan kita kan sudah cukup". Awalnya saya tidak mengerti apa maksudnya. Kemudian beliau berucap “Umrah. Dari Bapak ada kan kita sudah rencana..”. Saya hanya tertawa kecil saat itu, padahal dalam hati saya berkata “Aduh, mending ke eropa, tinggal kumpulkan beberapa lagi..” Tapi toh lama kelamaan saya berpikir bahkan hati saya seperti terpanggil ketika Ibu saya menyebut kata itu lagi. Sedikit demi sedikit hati saya kok tiba-tiba luluh, dan pikiran negative saya berkurang.. yang ada hanya satu rasa penasaran tentang Tuhan. Saya ingin tahu sejauh mana perjalanan spiritual itu nantinya akan berdampak pada keyakinan saya. Akhirnya ketika Ibu saya mengatakan kata itu lagi, saya mengangguk, bahkan dnegan antusias. Akhirnya dengan berbagai observasi mencari travel mana yang terbaik, kami memilih Al-Amin untuk perjalanan umrah kami. Alhamdulillah semua persiapan berjalan lancar.

Tanggal 7 April kami berkumpul di hotel Transit bandara untuk mendapat bimbingan manasik sebelum pesawat berangkat pukul 19.30. Sekitar pukul 2 pagi waktu Aranb Saudi pesawat kami mendarat dengan selamat. Kemudian kami menuju bis Saptco yang sudah disiapkan pihak travel di bandara menuju hotel. Sepanjang perjalanan ustad pembimbing memberi tahu kami tempat-tempat yang kami lewati dan seperti apa kehidupannya di sana. Para penduduknya sebagian besar adalah pemeluk Islam, negaranya sendiri pun masih menerapkan hukum Syariah. Potong tangan bagi pencuri, hukum pancung bagi pengedar obat dan pelaku kejahatan berat. Tapi menurut kabar yang saya dapat (if I'm not mistaken), dalam beberapa kasus Arab sudah mau menerapkan hukuman penjara menggantikan hukuman potong tangan. Kembali ke kehidupan di sana, kota Jeddah baru hidup ketika malam hari. Jadi, malam hari lebih rama daripada waktu siang. Sambil mendengar ustadnya bercerita tidak terasa saya pun mulai memejamkan mata, bukan sedang membayangkan sesuatu, tapi tertidur.

Kami pun sampai di hotel kami, salah satu hotel terbaik di Jeddah. Semua kebutuhan untuk tidur dan mandi yang nyaman tersedia di sini. Kami pun bisa bersitirahat dengan santai sampai keesokan hari demi bekal perjalanan kami ke Madinah.

Lima jam bukan waktu yang pendek untuk menempuh perjalanan dari Jeddah ke Madinah. Sepanjang perjalanan yang saya lihat hanyalah bebatuan. Benar-benar gersang. Sepertinya tanah di negara ini sebagian besar sudah membatu. Terasa sekali secara geografis negara itu adalah negara yang sangat tua. Kami pun sampai di Madinah. Kota ini beda sekali dengan Jeddah yang sepi, atau mungkin hotel tempat kami menginap tepat berada di halaman masjid Nabawi di mana banyak orang berdatangan entah siang ataupun malam. Tiga hari dua malam di Madinah, kami habiskan waktu kami untuk beribadah, dan tidak ketinggalan mengunjungi toko-toko yang banyak sekali di sana. Tapi tetap saja, ibadah prioritas kami. Masjid Nabawi seperti kata orang-orang, megah. Di halaman mesjid terdapat beberapa tiang yang terbuat dari marmer seperti lantainya. Setiap tiang memiliki Air Conditioner dan pada waktu terik dapat mengembangkan payungnya. Hebat. Di Masjid Nabawi terdapat makam Nabi Muhammad SAW dan dua sahabatnya Abu Bakar dan Umar Bin Khattab. Raudah namanya. Banyak orang yang ingin solat di Raudah, saya pun tidak ketinggalan. Walaupun berdesak-desakkan, tapi entah kenapa hati ini sejuk rasanya melakukan ibadah di karpet hijau itu. Di Madinah, kami mengunjungi masjid Quba untuk beribadah dan pasar Kurma untuk belanja. 




Setelah tiga hari, kami pun harus meninggalkan Madinah dan mengunjungi Mekkah demi menunaikan ibadah umrah kami. Sayangnya, sebagai wanita, haid saya datang lebih cepat yang membuat saya tidak bisa beribadah dan mungkin saja tidak bisa melihat Ka’bah. Saya mengeluhkan hal itu kepada si ustad, saya bilang ke beliau ”Kalau saya memang tidak bisa beribadah, setidaknya saya bisa melihat ka’bah”. Kami pun sampai di Meca dan menginap di hotel yang juga merupakan salah satu hotel terbaik di Mekkah. Dua hari di sana saya tidak bisa menjalankan umrah dan hanya pasrah tidak bisa melihat ka’bah. Alhamdulilah ada seorang dokter yang menjadi salah satu jamaah di tim kami. Dia memberikan saya obat untuk menghentikan haid saya. Si dokter bilang “Walaupun biasanya paling cepat tiga hari, tapi tidak ada salahnya di coba dulu, yakin saja padaNya”. Saya pun meminum obat itu. Seandainya tiga hari baru berhenti, berarti saya tidak ditakdirkan melihat Ka’bah. Si ustad pun mengingatkan saya “Besok hari trakhir mba May.. ”. Ibu saya juga meyakinkan saya “Ibu yakin, pasti besok kamu sudah bisa melihat ka’bah. Kalau kita yakin, Allah akan mengabulkan”. Dua ucapan itu adalah bekal bagi saya untuk yakin, bahwa Tuhan memanggil saya ke sini agar dapat menjalankan Ibadah umrah seperti yang saya harapkan. Keesokan hari, dengan bekal keyakinan haid saya berhenti. Berarti hanya dalam waktu dua hari, obat itu bisa menghentikan haid saya. Padahal kata si dokter, paling cepat 3 hari obat itu bisa bekerja. Benar-benar keajaiban Allah. Akhirnya saya pun bersama beberapa rombongan di malam terakhir itu menunaikan ibadah umrah. Saya berdoa di depan ka’bah yang dipercaya sebagai pintu batas dunia dan surga. Saya pun memercayai ka’bah sebagai sumber magnet dunia bagi saya. Karena di tempat itu, Tuhan menyentuh hati saya. Kayakinan saya pun makin kuat. Ajaibnya, setelah melaksanakan ibadah umrah, hati saya terasa lapang sekali. 




Esoknya kami pun mengunjungi beberapa termpat sejarah umat Islam, seperti Jabal Nur dan Makam Siti Khadijah. 






Tak terasa hari kami di Mekkah pun harus berakhir dan kami harus kembali ke Jeddah.

Di Jeddah kami menginap di hotel yang jauh dari tempat belanja atau pun pantai. Walaupun pelayanan di hotel itu sangat baik, tapi apa artinya kalau kami hanya bisa mendekam di hotel saja? Untungnya si ustad mau mengantarkan enam orang dari kami yang ingin jalan-jalan ke Alhaiyat (kalau tidak salah menyebutnya). Tenpat tersebut adalah tempat barang-barang branded yang katanya lebih murah dan bahkan lebih update daripada Singapura. Tapi untuk seorang biasa yang bukan pengguna barang bermerek seperti saya, harga 3000 real untuk sebuah tas tetap saja sangat mahal. Alhasil, saya hanya melihat-lihat saja di sana dan foto-foto dengan narsisnya. Hehehe..



Sore pun tiba, kami harus check out dan ke bandara King Abdul Azis. Sebelumnya kami berkunjung ke masjid terapung dan solat di sana. Kemudian makan malam di restaurant ASIA yang menyediakan makanan a’la Thailand di sana. Setleh seminggu lidah kami dijejali dnegan masakan ala timur tengah, akhirnya kami bisa merasakan juga masakan yang rasakanya tidak jauh berbeda dengan masakn Indonesia. Setelah itu, kami pun langsung menuju bandara. Pada pukul 2 dini hari waktu setempat pesawat yang kami tumpangi pun lepas landas meninggalkan daratan tanah suci itu. Sepanjang perjalanan di pesawat, kok saya malah ingin kembali lagi ke Mekkah. Sama seperti saat di tanah suci, di pesawat pun saya selalu berdoa agar bisa kembali lagi ke sana.

Alhamdulillah pukul 3 sore hari, pesawat kami mendarat dengan selamat. Sudah waktunya kembali ke rutinitas sehari-hari seperti sebelumnya. Tapi ada satu yang berubah.. hati saya terasa lebih lapang dan makin mencintai Tuhan. Semoga saya bisa menjaganya, Ya Allah.. bantu saya. 

Tarima kasih tuhan, Engkau telah memberikan saya kesempatan untuk mengalami sebuah perjalanan yang bermakna.. dan membuat saya bisa mendoakan dari dekat untuk kebahagiaan Ayah saya di alam sana dan segala kebaikan untuk Ibu saya yang kini sudah seperti teman dekat saya. Sekali lagi terima kasih Tuhan.

Tidak ada cinta yang lebih besar daripada cintaNya yang abadi.


Cheers,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NEW FRIEND, KUALA LUMPUR, AND HYUKOH CONCERT

Originally written on  5/30/17, 1:24 AM There’s an indie band from South Korea that I love so much, call them Hyukoh. Months ago I made a promise to myself if they came to Malaysia or Singapore I was gonna see their concert. I made that promise because it’s still uncertain about Hyukoh performing in Indonesia very soon. Well, God always hears me I know. The band was invited to Kuala Lumpur by Urbanscapes, a music & art festival in KL, Malaysia. Thanks God, I still had some savings in my account that could be budgeted for another travelling. Feeling lonely thinking that I wouldn’t have a companion to see them, I started lurking Hyukoh hashtag on twitter. Finally, I found someone there who was also willing to see Hyukoh in Malaysia. Her name is Kiki and I messaged her personally. Then you know... we clicked because of Hyukoh. We got the ticket (thanks to Kiki), we got the cheapest  round flight ticket and also budget hostels for 3 nights in KL. Besides Kiki, I hav...

ANOTHER YEAR, THE OTHER SHORT TRIP IN SINGAPORE

Originally written on  11/8/14, 6:52 PM Yak. Akhirnya saya melewati sidang tesis itu. Dan berhasil. Alhamdulillah. Semua yang saya takutkan, bahwa saya tidak akan pernah bisa menyelesaikan kuliah strata 2 saya ini, ternyata tidak terjadi. Yang terjadi adalah, ketika kita berniat baik, Allah pun pasti mengabulkan.  Dan setelah itu, apa lagi goal baru saya? Hmmm... biar saya pikirkan dulu. Nah sementara itu, untuk melepas penat, saya lebih baik refreshing dulu dengan mengadakan short travelling ke negara tetangga, Singapura. Yeah, saya memang sudah pernah, tapi apa salahnya kalau ingin refreshing dengan menekan budget, saya ke sana lagi? Dan ternyata, tetap menyenangkan. Saya hanya berdua saja dengan teman saya, Naning, merencanakan mengunjungi Singapura.  Karena Naning saat ini tinggal di Solo, otomatis saya yang harus berburu tiket pesawat ketika ada pameran GATF di JHCC. Dengan bekal telephone genggam untuk beromunikasi satu sama lain, Naning dan saya ...

DIENG: Negeri di hamparan awan

Originally written on  7/30/13, 6:24 AM Awalnya, saya dan saudara saya, hendak ke Peucang Island. Namun berhubung sebelumnya kami sudah ke Belitung, yang banyak menampilkan wisata lautnya, kami akhirnya lebih memutuskan untuk naik gunung saja. Dieng lah pilihan kami. Saya dan saudara saya agak kecewa dengan kondisi yang ternyata tidak memungkinkan agar perjalanan bisa sesuai persis seperti yang dituliskan di itinerary. Kenapa bisa begitu? Yak... perjalanan kami di mulai hampir tiga jam lebih terlambat dari yang tertera di itinerary. Seharusnya pukul 6 sore kami sudah berangkat, namun pukul 9 kami baru dapat merasakan bahwa roda mobil mulai berputar. Perjalanan ke Dataran Tinggi Dieng yang diperkirakan hanya berkisar selama 14 jam, ternyata pun meleset jauh. Perjalanan tersebut menempuh hingga 20 jam lamanya, sehingga kami langsung menuju penginapan. Saking lelahnya, saya langsung tertidur, padahal saudara saya dan semua rombongan lain masih berangkat lagi untuk melihat festival l...