Originally written on 7/30/13, 6:24 AM
Awalnya, saya dan saudara saya, hendak ke Peucang Island. Namun berhubung sebelumnya kami sudah ke Belitung, yang banyak menampilkan wisata lautnya, kami akhirnya lebih memutuskan untuk naik gunung saja. Dieng lah pilihan kami. Saya dan saudara saya agak kecewa dengan kondisi yang ternyata tidak memungkinkan agar perjalanan bisa sesuai persis seperti yang dituliskan di itinerary. Kenapa bisa begitu? Yak... perjalanan kami di mulai hampir tiga jam lebih terlambat dari yang tertera di itinerary. Seharusnya pukul 6 sore kami sudah berangkat, namun pukul 9 kami baru dapat merasakan bahwa roda mobil mulai berputar. Perjalanan ke Dataran Tinggi Dieng yang diperkirakan hanya berkisar selama 14 jam, ternyata pun meleset jauh. Perjalanan tersebut menempuh hingga 20 jam lamanya, sehingga kami langsung menuju penginapan. Saking lelahnya, saya langsung tertidur, padahal saudara saya dan semua rombongan lain masih berangkat lagi untuk melihat festival lampion. Tapi esok dini hari, pukul 3, saya sudah lebih segar daripada saudara saya yang masih enggan membuka matanya yang masih terasa berat. Ya tentu saja, wong saya tidur lebih dulu darinya.. hahaha. Pukul 4 pun kami siap dnegan jaket tebal yang sudah menyelimuti tubuh kami dan tidak lupa sarung tangan yang melindungi kami dari dinginnya udara dieng.
Segera kami pun mulai jurit dini hari, menuju bukit sikunir yang terkenal itu. Beberapa pria yang sudah siap dnegan senter mereka pun mengiringi para pendaki-pendaki sikunir. Jalannya cukup terjal, karena kadang kami menemukan jurang di salah satu sisi tenpat kami menanjak. Aku pun yang tidak enteng ini harus beristirahat beberapa kali karena sempat tersandung, saking kelelahannya. Herannya saudara saya masih tetap prima saja, walaupun pada akhirnya dia pun menunggui saya ikut beristirahat.
akhirnya sampai lah kami di puncak bukit, walaupun masih ada spot yang lebih tinggi lagi jika kami masih sanggup menanjak. Tapi bagi saya, itu sudah cukup *ini pembenaran, karena saya sebenarnya sudah tidak kuat menanjak *ya saya tahu ini tidak oke. Namun bagi saya, pemandangan kala itu, walaupun masih gelap, sangat unik. Di situ saya bisa melihat pohon-pohon tanpa daun yang menghiasi gelap. lalu tak lama kemudian, matahari mulai menampakkan dirinya. beberapa orang dengan kamera okenya, langsung mengabadikan moment itu, termasuk saya, tapi dengan kamera apa adanya :).
Untuk menghindari kabut yang semakin banyak, kami pun turun gunung. kali ini kami lebih hati-hati. sambil dengan langkah yang sedikit demi sedikit, saya melihat sekitar saya. tak ada yang lain kecuali pohon-pohon yang tak berdaun juga kabut yang sudah mulai menebal. Saya pun juga dapat merasakan angin yang begitu dinginnya berhembus. Untungnya jaket tebal dan sarung tangan cukup melindungi saya.
Setelah kami berbenah, kami pun bersiap-siap untuk menonton festival rambut gimbal. Festival ini diadakan setahun sekali, di mana 7 orang anak berambut gimbal akan di potong rambutnya dan dipenuhi permintaan syaratnya.
Ketika acara Festival Rambut Gimbal berakhir, kami pun pergi ke Telaga Warna. Sayangnya dari spot tempat kami melihat, warna warni telaga tak begitu terlihat. Tapi hiburannya, saya bisa makan jagung bakar yang super manis dan makan siang di pinggir danau tersebut.
Sudah waktunya kami pulang. Untungnya, mobil yang saya dan saudara saya tumpangi melweati desa Purwokerto. Jadilah saya turun di kampung halaman orang tua saya itu, untuk menyekar ke makam bapak sebelum menyambut Ramadhan.
Alhamdulillah, Allah memberikan lagi pengalaman lain yang berharga untuk saya. Alam ciptanNya tak pernah habis untuk ilmu kita :)
Awalnya, saya dan saudara saya, hendak ke Peucang Island. Namun berhubung sebelumnya kami sudah ke Belitung, yang banyak menampilkan wisata lautnya, kami akhirnya lebih memutuskan untuk naik gunung saja. Dieng lah pilihan kami. Saya dan saudara saya agak kecewa dengan kondisi yang ternyata tidak memungkinkan agar perjalanan bisa sesuai persis seperti yang dituliskan di itinerary. Kenapa bisa begitu? Yak... perjalanan kami di mulai hampir tiga jam lebih terlambat dari yang tertera di itinerary. Seharusnya pukul 6 sore kami sudah berangkat, namun pukul 9 kami baru dapat merasakan bahwa roda mobil mulai berputar. Perjalanan ke Dataran Tinggi Dieng yang diperkirakan hanya berkisar selama 14 jam, ternyata pun meleset jauh. Perjalanan tersebut menempuh hingga 20 jam lamanya, sehingga kami langsung menuju penginapan. Saking lelahnya, saya langsung tertidur, padahal saudara saya dan semua rombongan lain masih berangkat lagi untuk melihat festival lampion. Tapi esok dini hari, pukul 3, saya sudah lebih segar daripada saudara saya yang masih enggan membuka matanya yang masih terasa berat. Ya tentu saja, wong saya tidur lebih dulu darinya.. hahaha. Pukul 4 pun kami siap dnegan jaket tebal yang sudah menyelimuti tubuh kami dan tidak lupa sarung tangan yang melindungi kami dari dinginnya udara dieng.
Segera kami pun mulai jurit dini hari, menuju bukit sikunir yang terkenal itu. Beberapa pria yang sudah siap dnegan senter mereka pun mengiringi para pendaki-pendaki sikunir. Jalannya cukup terjal, karena kadang kami menemukan jurang di salah satu sisi tenpat kami menanjak. Aku pun yang tidak enteng ini harus beristirahat beberapa kali karena sempat tersandung, saking kelelahannya. Herannya saudara saya masih tetap prima saja, walaupun pada akhirnya dia pun menunggui saya ikut beristirahat.
akhirnya sampai lah kami di puncak bukit, walaupun masih ada spot yang lebih tinggi lagi jika kami masih sanggup menanjak. Tapi bagi saya, itu sudah cukup *ini pembenaran, karena saya sebenarnya sudah tidak kuat menanjak *ya saya tahu ini tidak oke. Namun bagi saya, pemandangan kala itu, walaupun masih gelap, sangat unik. Di situ saya bisa melihat pohon-pohon tanpa daun yang menghiasi gelap. lalu tak lama kemudian, matahari mulai menampakkan dirinya. beberapa orang dengan kamera okenya, langsung mengabadikan moment itu, termasuk saya, tapi dengan kamera apa adanya :).
Untuk menghindari kabut yang semakin banyak, kami pun turun gunung. kali ini kami lebih hati-hati. sambil dengan langkah yang sedikit demi sedikit, saya melihat sekitar saya. tak ada yang lain kecuali pohon-pohon yang tak berdaun juga kabut yang sudah mulai menebal. Saya pun juga dapat merasakan angin yang begitu dinginnya berhembus. Untungnya jaket tebal dan sarung tangan cukup melindungi saya.
Setelah di kaki bukit, saya melihat begitu indahnya hamparan sawah dan danau. Sungguh benar-benar seperti di sebuah negeri dongeng, di mana semuanya tumbuh subur dan indah. Kami pun berjalan sambil mengambil foto di sekitar situ.
Ketika acara Festival Rambut Gimbal berakhir, kami pun pergi ke Telaga Warna. Sayangnya dari spot tempat kami melihat, warna warni telaga tak begitu terlihat. Tapi hiburannya, saya bisa makan jagung bakar yang super manis dan makan siang di pinggir danau tersebut.
Sudah waktunya kami pulang. Untungnya, mobil yang saya dan saudara saya tumpangi melweati desa Purwokerto. Jadilah saya turun di kampung halaman orang tua saya itu, untuk menyekar ke makam bapak sebelum menyambut Ramadhan.
Alhamdulillah, Allah memberikan lagi pengalaman lain yang berharga untuk saya. Alam ciptanNya tak pernah habis untuk ilmu kita :)
Komentar
Posting Komentar